Rabu, 08 November 2017

PASCA JOKOWI 2017...(IX)

By Sri-Bintang Pamungkas

Akhirnya, Alhamdulillah, Anis-Sandi dilantik menjadi Gub/Wagub DKI Jakarta 2017-2022. Banyak yang tidak sadar, bahwa DKI Jakarta, selain tempatnya Ibu Kota RI, adalah juga salahsatu dari tiga provinsi di Indonesia, di samping DIY dan NAD, yang otonom di tingkat provinsi. Selain yang tiga itu, otonomi ada di tingkat Kabupaten dan Kota.

Jadi Anis-Sandi mempunyai kedudukan yang spesial, antara lain, merekalah yang pegang komando di provinsinya. Sekalipun yang melantik adalah presiden, makna "komando" itu bukan main-main. Untuk kepentingan DKI Jakarta, presiden sekalipun tidak bisa seenaknya melakukan intervensi. Yang terlarang bagi Anis-Sandi adalah melanggar UUD dan Undang-undang... dan tentu saja menyakiti warga DKI Jakarta.

Dengan otonomi dan kekhususan itu, Peraturan Pemerintah sekalipun, yang tidak sesuai dengan kehendak warga DKI Jakarta, bisa ditolak oleh Pemda DKI. Tentu perihal itu harus sepenuhnya pula diketahui oleh Jokowi dan Kabinetnya.

Oleh sebab itu, tidak heran wajah Jokowi hitam, geram, dan penuh penyesalan, kecewa berat sewaktu melantik Gub/ Wagub baru itu. Tentu dia menyesal, bukan Ahok yang memenangi pertarungan di Pilkada DKI Mei lalu.... Tidak saja keadaan itu mengubah seluruh kebijakan luar negerinya terkait "main-matanya" dengan Komunis RRC, tetapi juga berbagai kebijakan dalam negerinya terkait dengan Pilpres 2019... Bahkan, bisa saja Jokowi jatuh sebelum itu...

Anis-Sandi bukanlah calon terbaik. Mereka hanya terbaik dari calon-calon yang ada. Anak SBY masih ingusan, dan Ahok adalah penjahat sekalipun superior karena didukung oleh para Mafia Cina dengan kekuatan penuh. Ini pula yang membikin Jokowi was-was. Tetapi tetap harus diakui, bahwa sentimen agama, dan predikat Mafia pada Ahok inilah yang membikin Anis-Sandi menang... bukan karena mereka berkwalitas.

Kalau calon yang ikut puluhan, maka bolehlah Gub/Wagub terpilih adalah juga yang terbaik. Di sinilah selalu yang saya maksud dengan kelemahan UU Kepartaian dan UU Pemilu/Pilkada kita. Yaitu undang-undang yang sangat diwarnai oleh Oligarki Kepartaian yang menghalalkan praktek-praktek "transaksional". Sedemikian rupa, sehingga hanya orang-orang tertentu yang bisa berpartisipasi. Antara lain, anaknya SBY bisa ikut... sedang anaknya Paijo yang berkwalitas tidak bisa ikut...

Sekalipun begitu, sementara menanti "perubahan" sistim Kepartaian dan Pemilu, kita doakan Anis-Sandi bisa memenuhi harapan masyarakat DKI Jakarta, sekalipun Jokowi tidak suka.
Setiap pemimpin baru selalu akan memperhatikan lapangan kerja masyarakatnya. Inilah yang harus menjadi perhatian utama Anis-Sandi. Banyak yang tidak tahu, bahwa rumah adalah tempat tinggal pertama yang harus tersedia sebelum seseorang mendapatkan pekerjaan. Bisakah Anis-Sandi menyediakan tempat tinggal untuk 10 ribu kepala keluarga yang digusur dan rumah-rumah kumuh mereka yang dihancurkan Ahok?! Tentu harus bisa! Bikin rumah tanpa DP atau mengubah kawasan kumuh menjadi perumahan sehat tentulah amat mudah! Dan tentu pula termasuk pendidikan dan kesehatan anak-anak mereka.

Yang kedua sesudah itu adalah memperbaiki program-program peninggalan Ahok yang hampir seluruhnya gagal, yaitu kemacetan lalu-lintas termasuk sarana transpor umum dan banjir tahunan. Orang-orang Bule suka mengejek buruknya transpor di Jakarta dengan mengatakan, kalau di negara lain orang bekerja "from Nine to Five", di Jakarta "from Five to Nine". Di negara-negara maju, Pemda mau bikin jalan layang dan lain-lain prasarana transpor itu menyampaikan lebih dulu rancangannya kepada masyarakat, tapi Ahok bikin "seenak-udelnya sendiri"... lalu mubazir!

Lalu Anis-Sandi harus menolak ide reklamasi. Datangkan itu ahli-ahli ITB dan lain-lain untuk membuktikan dengan Teknik Hydrodynamic Simulation, bahwa 17 Pulau-pulau Reklamasi di Pantai Utara Jakarta itu akan mengakibatkan kerusakan... bertentangan dengan ide reklamasi yang benar! Sekaligus menutup mulut para Mafia Pengembang dan Menteri Maritim Luhut Binsar Panjaitan yang samasekali tidak punya ilmu kemaritiman itu!

Last but not least adalah mengatasi arogansi Polda Metro Jaya dan berbagai pelanggaran Hukum dan HAM, yang justru dilakukan oleh Penegak Hukum itu terhadap masyarakat DKI Jakarta khususnya. Sebagian Undang-Undang Polri memang milik mereka, tapi banyak undang-undang lain tentang penegakan hukum dan HAM adalah milik rakyat Indonesia. Jadi, jangan sampai terjadi kesewenang-wenangan oleh Polda dengan dalih apa pun. Pemda DKI Jakarta bisa membentuk Komisi Daerah Penegakan Hukum dan HAM.

Paling-paling akhir, Pemda DKI Jakarta harus mampu mencegah kesewenang-wenangan Jokowi bersama Cina-cina Mafia Indonesia dan RRC dalam menjalankan Proyek-proyek Serah Kunci (turn key projects) dan Infrastruktur yang melintasi wilayah DKI Jakarta. Jangan sampai ada Cina Asing masuk DKI Jakarta...

@SBP
17/10/17 Source : Chirpstory
Baca juga Pasca Jokowi... (X)
Artikel sebelumnya : Pasca Jokowi... (VIII)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar